SEJARAH PEREKONOMIAN INDONESIA
Indonesia adalah negara yang memiliki letak geografis yang sangat strategis, karena berada di antara dua benua (Asia dan Eropa) serta dua samudra (Pasifik dan Hindia), perdagangan internasional melalui mitra asing yang datang untuk berdagang juga ikut berperan penting dalam perkembangan Indonesia berupa kedatangan pedagang dari India, China, Arab dan Eropa yang ikut mengeksplorasi rempah-rempah.(Kekaisaran Romawi). Pengertian Sejarah Perekonomian adalah ilmu yang mempelajari tentang fenomena ekonomi yang berubah dapat dilihat dari historynya.
Sejarah perekonomian di Indonesia dibagi dalam beberapa Era (masa) yaitu :
1. Sejarah Perekonomian Indonesia Era Pra Kolonalisme.
Era Pra Kolonialisme yaitu era dimana bangsa asing belum masuk ke Indonesia. Terutama bangsa Eropa yang bertujuan memperluas kekuasaan mereka atau untuk menjadi bangsa penjajah di Idonesia. Pada era ini kita adalah jamannya kejayaan kerajaan-kerajaan di Indonesia. Termasuk masa berkembangnya agama Hindu dan Budha sebagai agama yang pertama kali dikenal di Indonesia. Sehingga adat budaya Hindu-Budha masih dapat kita lihat hingga kini terutama dari bangunan-banguna bersejarah pada masa itu. Diantaranya berbagai prasasati dan candi yang merupakan hasil budaya masyarakat Indonesia pada masa itu.
Dimulailah sejarah Indonesia mengenai penyebaran ajaran Hindu-Budha serta beberapa kerajaan bercorak Hindu-Budha yang sempat berjayaan membuat nama mereka sekaligus raja-raja dan para tokohnya terkenal di seluruh nusantara. Ini berlangsung mulai abad ke-4 hingga abad ke-15. Tepatnya dimulai dari masa kejayaan kerajaan Kutai hingga Kerajaan Malayapura.
Setelah masa itu perdagangan dunia mulai berkembang seiring dengan ditemukannya Indonesia oleh berbagai bangsa lain dari berbagai belahan dunia. Pada abad ke 12 mulailah berdatangan para pedagang atau yang lebih dikenal dengan sebutan para Guzarat dari Timur Tengah. Terutama para pedagang berkebangsaan Arab Saudi yang beragama Islam. Dari mereka inilah cikal bakal penyebaran dan berkembangnya agama Islam di Indonesia ini. Hingga akhirnya agama ini kini masih menjadi agama mayoritas di Indonesia.
Adanya interaksi antara para pedagang dengan orang Indonesia asli untuk berbisnis lama kelamaan berkembang menjadi akulturasi budaya. Tidak sedikit bangsa Arab menikahi orang Indonesia dan menetap di Indonesia. Tidak sedikit pula orang Indonesia yang masuk Islam. Maka kita kenal adanya Wali Songo yang merupakan orang Indonesia asli yang memilii ilmu mengenai agama Islam yang kental. Mereka menjadi penyebar agama Islam di seluruh Nusantara. Terutama di Pulau Jawa dengan berbagai cara yang unik.
Perlahan namun pasti kita juga mulai mengenal gaung dari kerajaan-kerajaan Islam yang juga sempat mengalamami masa kejayaaan. Kita mengenal kesultanan Samudera Pasai, Demak, Banten, dll. Sebagai kerajaan yang bercorak budaya Islam yang kental. Begitupun para tokoh Islam yang terdapat di dalamnya yang cukup berpengaruh dalam perkembangan Islam di Indonesia.Karena mereka juga kita menemukan berbagai kerajaan yang bercorak Islam dalam arsitektur mereka. Pun dengan mesjid-mesjid yanng merupakan tempat beribadah umat Islam yang tersebar di hampir seluruh penjuru Indonesia. Mewarnai budaya Indonesia dengan warna baru setelah sebelumnya didominasi oleh corak budaya Hindu-Budha.
2. Sejarah Perekonomian Indonesia Era Kolonialisme.
A. Portugis
Bangsa Portugis datang ke wilayah Nusantara (Indonesia) karena dorongan ekonomi, agama, dan petualangan. Keberhasilan Vasco da Gama mencapai Kalkuta di pantai barat India pada tahun 1497 telah membuka peluang dan jalan bagi Portugis untuk sampai ke Nusantara. Kalkuta saat itu menjadi bandar utama sutera, kayu manis, porselen, cengkeh, pala, lada, kemenyan, dan barang dagangan lainnya. Barang-barang yang diperdagangkan tersebut mayoritas berasal dari para pedagang Malaka.
B. Belanda
Penjajahan Belanda tak lepas dari sejarah kebangkrutan VOC yang sebelumnya membuka industri dagang di Nusantara. Pada akhir abad ke-18, yaitu abad kebangkrutan VOC di Nusantara dan setelah kekuasaan singkat Britania di bawah pimpinan Thomas Stanford Raffles, pemerintah Belanda mengambil alih kepemilikan VOC. Tepatnya pada tahun 1816.
Tahun 1830, cultuurstelsel atau sistem Tanam Paksa mulai diterapkan. Dalam sistem ini, para rakyat pribumi dipaksa menanam hasil-hasil perkebunan yang menjadi permintaan pasar dunia, seperti teh, kopi dan lain-lain. Hasil perkebunan itu kemudian diekspor ke berbagai negara. Sistem Tanam Paksa ini membawa kekayaan yang besar kepada para pelaksananya, baik pihak Belanda maupun orang Indonesia yang menjadi pemilik tanah, namun tidak bagi para pekerjanya. Para pekerja Tanam Paksa dirampas hak-hak kebebasannya untuk bekerja tanpa henti.
Van Deventer, seorang tokoh liberal Belanda, mengatakan bahwa Indonesia telah berjasa membantu pemerintah Belanda memulihkan keuangannya. Dalam majalah De Gids terbitan Belanda, van Devender menyebutkan bahwa jutaan gulden yang diperoleh Belanda dari bumi Nusantara itu merupakan Een Ereschuld (utang kehormatan). Menurutnya, Belanda berutang kepada bangsa Indonesia atas keuntungan yang diperoleh dari hasil eksploitasi kekayaan Nusantara yang begitu besar. Oleh sebab itu sudah sewajarnya jika kebaikan orang Indonesia itu dibayar kembali. Menurut Van Deventer, utang budi itu harus dibayar dengan peningkatan kesejahteraan melalui trias politica atau politik etis (Ethische Politiek).
Tulisan Van Deventer dan para pengecam dari kelompok politisi liberal lainnya seperti Van dedem, Van kol, De Waal, dan Van den Berg, ternyata berpengaruh besar. Hingga pada tahun 1901, ratu Wilhemina mengumumkan pernyataan bahwa diperlukan suatu penyelidikan terhadap kesejahtraan rakyat Jawa. Van Deventer kemudian dikenal sebagai Bapak Pergerakan Politik Etis. Van Deventer benar-benar menempatkan kesejahtraan rakyat pribumi di atas kepentingan yang lain. Ia juga menjadi penentang kemiskinan akibat Tanam Paksa yang terjadi di Jawa.
C. Jepang
Sewaktu Indonesia masih di bawah penjajahan Jepang, sistem ekonomi yang diterapkan adalah sistem ekonomi perang. Saat itu Jepang merasa penting untuk menguasai sumber-sumber bahan mentah dari berbagai wilayah Indonesia. Tujuan Jepang melakukan itu, untuk menghadapi Perang Asia Timur Raya, Squad. Nah, wilayah-wilayah ekonomi yang sanggup memenuhi kebutuhannya sendiri atau yang diberi nama Lingkungan Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya, merupakan wilayah yang masuk ke dalam struktur ekonomi yang direncanakan oleh Jepang.
Kalau di bidang moneter, pemerintah Jepang berusaha untuk mempertahankan nilai gulden Belanda. Hal itu dilakukan agar harga barang-barang dapat dipertahankan sebelum perang.
3. Sejarah Perekonomian Indonesia Era Orde lama.
Pada masa pemerintahan Ir.Soekarno kegiatan ekonomi masyarakat sangat minim perusahaan (besar saat itu merupakan perusahaan peninggalan penjajah yang mayoritas milik orang asing dimana produk (erorientasi pada ekspor.Kondisi stabilitas sosial politik dan keamanan yang kurang stabil membuat perusahaan - perusahaan tersebut stagnan. Pada periode tahun 1950an indonesia menerapkan model guidance deaelopment dalam pengelolaan ekonomi dengan pola dasar Growth with Distribution of Wealth.
dimana peran pemerintah pusat sangat dominan dalam mengatur pertumbuhan ekonomi pembangunan semesta merencana.Model ini tidak berhasil karena begitu kompleknya permasalahan ekonomi sosial politik dan keamanan yang dihadapi pemerintah dan ingin diselesaikan secara bersama-sama. Puncak kegagalan pembangunan ekonomi orde lama adalah terjadi hiperinflasi yang mencapai lebiih 500% pada akhir tahun 1965.Keadaan ekonomi keuangan pada masa awal kemerdekaan.
4. Sejarah Perekonomian Indonesia Era Orde Baru.
A. Soeharto
Kala Soeharto naik menjadi presiden di saat kondisi ekonomi dan politik yang sedang tidak baik. BPS mencatat pada 1965 ekonomi Indonesia hanya tumbuh sebesar 1,08 persen. Ekonomi Indonesia selama kurun waktu 1960-1965 hanya tumbuh rata-rata dua persen.
Periode 1966-1973 dapat dikatakan sebagai tahun transisi ekonomi. Pada tahun-tahun tersebut, Soeharto mengambil kebijakan untuk memperbaiki keadaan ekonomi yang tengah merosot. Salah satunya mengatasi hiperinflasi. Hal tersebut terlihat dari laju pertumbuhan ekonomi.
Ekonomi pada 1966 hanya tumbuh sebesar 2,79 persen. Setahun berikutnya turun menjadi 1,38 persen. Usaha perbaikan ekonomi tersebut terlihat sejak 1968. Pertumbuhan ekonomi melambung ke level 10,91 persen pada 1968. Pengendalian inflasi pun terlihat berjalan baik. BPS mencatat inflasi turun drastis menjadi 9,86 persen pada awal Pelita I pada 1969.
Perkembangan berikutnya, pertumbuhan ekonomi era Presiden Soeharto konsisten di kisaran lima hingga sembilan persen. Pertumbuhan di bawah lima persen hanya terjadi pada 1982 dan 1983 yaitu 2,2 persen dan 4,2 persen. Sementara itu, krisis minyak dunia (oil boom) yang mulai terjadi pada 1973 ternyata menguntungkan Indonesia.
Naiknya harga minyak dunia membuat ekspor migas Indonesia meningkat dari US$1,61 miliar pada 1973 menjadi US$7,44 miliar pada 1978. Dampak lain, sektor pertambangan dan penggalian lantas menjadi lapangan usaha ketiga penyumbang PDB pada 1973.
Sektor pertambangan dan penggalian pun terus tumbuh seiring ditemukannya ladang minyak baru dan naiknya permintaan minyak dunia. Puncaknya pada 1983, nilai ekspor migas mencapai US$16,14 miliar. Angka tersebut menjadikan sektor ini menguasai lebih dari 70 persen ekspor Indonesia saat itu. Mulai menurunnya harga minyak dunia membuat pemerintahan Soeharto mengubah arah ekonomi.
B. Habibie
Krisis ekonomi global yang bermula pada 1997 dan carut marutnya politik di dalam negeri membuat Soeharto akhirnya mundur pada 21 Mei 1998. BJ Habibie yang sebelumnya bertindak sebagai wakil presiden pun naik menggantikan Soeharto. Habibie tak membuat banyak perubahan pada kebijakan yang menentukan arah PDB. Ia hanya sebentar menjabat sebagai presiden. Pada tahun pertamanya tersebut, pertumbuhan ekonomi terjun bebas menjadi minus 13,31 persen.
Kondisi tersebut turut dipengaruhi krisis nilai tukar yang membuat rupiah terdepresiasi dari Rp3.633 pada Juli 1997 menjadi Rp15.100 pada Mei 1998. Pada tahun keduanya, dengan berbagai perbaikan regulasi, Habibie mencatatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 0,79 persen pada 1999.
C. Gustur
Melalui pemilihan umum (pemilu), KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) naik menjadi presiden pada 1999. Pertumbuhan ekonomi di era Gus Dur mulai kembali positif. Pada tahun pertamanya, tercatat pertumbuhan ekonomi sebesar 4,92 persen pada 2000. Namun pada tahun berikutnya pertumbuhan ekonomi turun menjadi 3,64 persen.
Selain melihat pertumbuhan ekonomi dari sisi kontribusi lapangan usaha, juga dapat dilihat dari sisi pengeluaran. Pada masa pemerintahan Gus Dur, pengeluaran konsumsi rumah tangga mendominasi ekonomi, di luar aspek pengeluaran lain seperti ekspor-impor, investasi, dan belanja pemerintah.
Indikator pengeluaran konsumsi rumah tangga pada era Gus Dur naik dari Rp856,80 triliun pada 2000 menjadi Rp1.039,65 triliun pada 2001. Hal ini terlihat jelas dari industri penopang pertumbuhan, yaitu pengolahan (27,65%) dan perdagangan, hotel dan restoran (16,20%).
Meskipun begitu, kepemimpinan Gus Dur di bidang ekonomi kurang efektif. Lemahnya kerja tim ekonomi dan buruknya hubungan dengan IMF membuat Gus Dur dimakzulkan pada pertengahan 2001.
5. Sejarah Perekonomian Indonesia Era Reformasi
A. Megawati
Wakil Presiden Megawati Soekarnoputri naik menggantikannya. Pemerintahan era Megawati cukup berhasil melakukan stabilisasi ekonomi. Terlihat dari laju pertumbuhan ekonomi yang menunjukkan tren naik. Secara berturut-turut, pertumbuhan ekonomi dari 2002 sebesar 4,5 persen naik menjadi 4,78 persen pada 2003 dan 5,03 persen pada 2004. Industri pengolahan semakin berkembang di era Megawati. Selama tiga tahun kalender, PDB industri tersebut selalu mencapai kisaran Rp400 triliun. Menjadi sektor penyumbang PDB terbesar menurut lapangan usaha.
B. SBY (Susilo Bambang Yudhoyono)
Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), cukup baik dalam menjaga pertumbuhan ekonomi. Selama 10 tahun masa kepemimpinannya, pertumbuhan ekonomi melaju di kisaran lima hingga enam persen. Pencapaian terendah terjadi pada 2009 dengan pertumbuhan ekonomi 4,63 persen.
Kondisi pada 2009 tersebut dipengaruhi tekanan ekonomi global yang berdampak pada pelemahan rupiah yang mencapai puncaknya pada kuartal akhir 2008. Hal tersebut mengakibatkan stabilitas moneter dan sistem keuangan pada kuartal pertama 2009 masih mengalami tekanan berat, ekspor barang dan jasa juga mengalami kontraksi yang cukup dalam.
Industri pengolahan masih menjadi kontributor terbesar untuk PDB di masa itu. Kritik ekonomi untuk SBY selama menjabat ialah gagal membangun jaringan infrastruktur. Anggaran infrastruktur pada masa SBY kurang dari empat persen dari APBN. Sementara, anggaran cukup besar untuk pos subsidi energi. Pada APBN 2015, pemerintahan SBY menganggarkan Rp344,70 triliun untuk subsidi energi.
C. Jokowi ( Joko Widodo)
Ekonomi di era Jokowi berkisar di angka lima persen. Pertumbuhan ekonomi tercatat 4,90 persen pada 2015. Tahun-tahun berikutnya, angka tersebut tidak naik terlalu signifikan. Tercatat pertumbuhan ekonomi pada 2016 5,03 persen dan 2017 sebesar 5,07 persen.
Berdasarkan angka, pertumbuhan ekonomi di era Jokowi memang terlihat lebih rendah dibandingkan era Soeharto. Namun perlu dicatat, masa kepemimpinan Jokowi baru berlangsung empat tahun dan belum bisa dibandingkan dengan era kepemimpinan sebelumnya. Selain itu, di era Soeharto, pertumbuhan ekonomi juga tidak selalu stabil. Hanya sekali pertumbuhan mencapai dua digit, belum sampai 12 persen. Tepatnya pada 1968 sebesar 10,92 persen.
Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di tiap era berbeda-beda tergantung kebijakan sang presiden. Soeharto membuka keran investasi asing dan terbantu oleh meningkatnya harga minyak dunia. Ia pun memanfaatkan migas sebagai penopang ekonomi di saat Indonesia berperan sebagai eksportir minyak mentah.
Namun, ketika harga minyak dunia turun, Soeharto memutuskan untuk mulai beralih ke sektor nonmigas. Ada pula masanya pertumbuhan ekonomi berada di bawah tekanan IMF sebagai pemberi dana untuk perbaikan perekonomian negara seperti di era Habibie. Sedangkan pada era SBY, lebih mengambil jalan aman dengan melakukan stabilisasi makroekonomi dan politik dengan subsidi energi yang besar. Sedangkan masifnya pembangunan infrastruktur beberapa tahun terakhir, bisa jadi penopang baru untuk geliat ekonomi di masa depan.